Gambar : https://www.nu.or.id/opini/urgensi-teologi-toleransi-untuk-kerukunan-umat-beragama-nVbjY
a. Pengertian
Kerja sama merupakan hubungan
yang dinilai paling berhasil dalam suatu kemajemukan. Oleh karenanya hal ini
menjadi mutlak dilakukan di negara kita yang majemuk. Kerja sama harus
dilakukan untuk menghasilkan pembaruan yang diinginkan. Selain itu, kerja sama
juga dapat memperkuat atau memberdayakan orang atau kelompok lain yang belum
terlibat. Dengan kerja sama, masalah-masalah akibat perbedaan etnis, agama, dan
budaya dapat diatasi. Contoh, kerja sama dalam pembangunan jembatan yang rusak
dapat menyatukan warga di wilayah yang berbeda.Kerja sama dapat pula dilakukan
antarumat beragama. Kerja sama antarumat beragama meliputi berbagai bidang.
Beberapa bidang kerja sama antarumat beragama antara lain sebagai berikut :
1.
Penegakan Keadilan
Kerjasama antarumat beragama dapat menghasilkan
langkah-langkah strategis untuk mengurangi atau memberantas praktik
ketidakadilan yang sudah menyengsarakan rakyat dan umat dalam waktu yang cukup
lama. Misalnya, dengan melaporkan pihak yang melakukan korupsi kepada penegak hukum.
2.
Perbaikan taraf hidup (ekonomi)
Kerja sama antarumat beragama memungkinkan adanya
perbaikan taraf hidup bagi pemeluknya. Salah satu contoh kerja sama dalam
bidang ini adalah penggalangan dana untuk membantu korban bencana dan membuka
lapangan kerja untuk warga yang belum bekerja.
3.
Perbaikan Akhlak
Para pemimpin dan tokoh-tokoh agama dituntut untuk
bisa bekerja sama dalam menyuarakan kehendak agama demi kebaikan, perdamaian,
kebahagian, dan keselamatan umat manusia. Misalnya dengan mendukung diberantasnya
perilaku seks bebas yang dapat merusak mental dan perilaku remaja.
Sesuai dengan tingkatannya Forum
Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang
bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan
tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi
masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan
kebijakan. Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan :
1.
Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2.
Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3.
Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4.
Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara
atau Pemerintah.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan
ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan
masyarakat berbangsa dan bernegara.
b.
Manfaat Kerjasama Antar Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat
Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan
memberikan stabilitas dan kemajuan negara. Dialog antar umat beragama dapat
memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu
dalam kehidupan berbangsa. "Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai
faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan
suatu negara," Tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi
dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang
kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan
kebodohan. Pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau
dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber
daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian
perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama.
Kerjasama di antara umat
beragama merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dengan kerjasama yang erat di antara mereka, kehidupan
dalam masyarakat akan menjadi aman, tenteram, tertib, dan damai. Bentuk
kerjasama antar umat beragama di antaranya sebagai berikut:
1.
Adanya dialog antar pemimpin agama.
2.
Adanya kesepakatan di antara pemimpin agama untuk membina agamanya
masing-masing.
3.
Saling memberikan bantuan bila terkena musibah bencana alam.
c.
Kendala-Kendala dalam Kerukunan Antar Umat Beragama
1.
Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar
agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi
malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini
muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter)
antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga
kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan.
Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang
berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing
agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain
bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah
perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat
menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka
akan timbullah yang dinamakan konflik.
2.
Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai
kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di
Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa
saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama
bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun
hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir
menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita
selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak
hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu
yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita,
yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup
secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi
dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
3.
Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang
pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis,
yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat
bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya
agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis
karena masing-masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya,
juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak
bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak
pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang
berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam
agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis,
misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang
percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk
masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan
gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling
mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka
timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.
Pamela Espland dalam bukunya yang berjudul Buku
Pintar Ramaja Gaul menuliskan 9 (sembilan) alasan bagi para remaja untuk pergi
ke rumah ibadah atau menghadiri pertemuan-pertemuan keagamaan, yaitu sebagai
berikut :
a)
Komunitas religius mengurangi tindakan-tindakan
penuh resiko. Remaja yang aktif dalam kegiatan keagamaan memiliki risiko yang
lebih kecil untuk terkena pengaruh negatif pergaulan, seperti penggunaan
obat-obat terlarang, pergaulan bebas, dsb, dibandingkan dengan remaja yang
tidak bergabung dengan komunitas keagamaan.
b)
Komunitas religius mengajarkan
nilai-nilai. Nilai-nilai kebaikan ini akan mengarahkan para
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan membuat pilihan-pilihan
positif.
c)
Komunitas religius tidak memiliki batasan usia.
Tiadanya batasan usia membuat kita dapat bertemu dengan orang-orang dari
berbagai tingkatan usia.
d)
Komunitas religius menyediakan perlindungan dan
sandaran. Kamu akan menjalin hubungan dengan guru-guru pelajaran agama,
pemimpin kaum muda, rekan sebaya, keluarga, dan pembimbing yang peduli padamu
dan selalu siap membantu pada saat senang dan susah.
e)
Komunitas religius menaruh harapan tinggi pada kaum
muda. Pemahaman akan potensi besar membuat komunitas religius selalu memotivasi
dan memfasilitasi remaja untuk tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, sukses dan
berprestasi.
f)
Komunitas religius menyediakan kesempatan agar kamu
menjadi anggota kelompok yang bisa berkontribusi.
g)
Komunitas religius mendorong kamu untuk melayani
orang lain. Orang yang terbaik adalah orang yang paling banyak memberikan
manfaat bagi orang lain.
h)
Komunitas religius memupuk kemampuan bersosialisasi
dan sifat kepemimpinan. Komunitas ini memberi kesempatan pada remaja untuk
memimpin, merencanakan program, menjadi pemimpin agama bagi rekan-rekan sebaya
dan anak yang lebih muda melalui kegiatan positif.
i)
Komunitas religus menawarkan stabilitas. Sesuatu
yang dibuat oleh manusia pasti akan mengalami perubahan. Hanya nilai-nilai dan
ajaran agama yang berasal dari Tuhan yang tidak akan pernah berubah.
0 comments:
Posting Komentar